Powered By Blogger

Sabtu, 13 Maret 2010


BAB 15
KARAKTERISTIK ASPEK ORGANISASI KOPERASI INDONESIA
A. LATAR BELAKANG
Organisasi sebagai wadah untuk mencapai tujuan harus mempunyai bentuk dan struktur yang cocok, efesien dan efektif. Perilaku organisasi akan mencerminkan seberapa jauh tertib hukum dan kaidah dilaksanakan. Karena itu, pengaturan organisasi sangat menentukan pelaksanaan usaha dan keberhasilan pencapaian tujuan yang ditetapkan. Demikian halnya pada koperasi, organisasinya harus mencerminkan kekuatan yang memberikan kepercayaan bagi anggota, masyarakat dan badan usaha lainnya dalam melaksanakan hubungan kerja sama.
Sebagai pendiri, pemilik dan pengguna jasa koperasi, anggota merasa mantap apabila keberadaan organisasi koperasi jelas dan kuat. Pengakuan keberadaan koperasi daari anggota dan masyarakat merupakan daya dukung potensial, yang menjadi ukuran (barometer) bagi jalannya organisasi dan kelangsungan hidup koperasi. Karena itu, aspek hokum bidang organisasi koperasi perlu diperhatikan secara serius.

1. Ciri-ciri Umum Organisasi Koperasi dan Badan Usaha Koperasi

Hanel (1985) mengemukakan bahwa organisasi koperasi merupakan suatu system sosioekonomi. Menurut pengertian nominalis yang sesuai dengan pendekatan ilmiah modern dalam ilmu ekonomi koperasi, koperasi adalah lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi yang tanpa memperhatikan bentuk hukum atau wujudnya memenuhi kriteria atau cirri-ciri seperti dibawah ini :
a. Kelompok koperasi ; sejumlah individu yang bersatu dalam suatu kelompok atas dasar sekurang-kurangnya satu kepentingan atau tujuan yang sama.
b. Swadaya dari kelompok koperasi ; anggota-anggota kelompok koperasi secara individu bertekad mewujudkan tujuannya, yaitu memperbaiki situasi ekonomi dan sosial mereka, melalui usaha-usaha (aksi-aksi) bersama dan saling membantu.
c. Perusahaan koperasi ; sebagai instrumen (wahana) untuk mewujudkannya adalah suatu perusahaan yang dimiliki dan dibina secara bersama.
d. Tujuan/tugas atau prinsip promosi anggota ; perusahaan koperasi itu ditugaskan untuk menunjang kepentingan para anggota keelompok koperasi itu, dengan cara menyediakan/menawarkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh para anggota dalam kegiatan ekonominya, yaitu dalam perusahaan/usaha dan atau rumah tangganya masing-masing.
Sebagai badan usaha, koperasi merupakan organisasi ekonomi yang berusaha menggerakan potensi sumber daya ekonomi demi memajukan kesejahteraan anggota. Karena sumber daya ekonomi itu terbatas, dan dalam mengembangkan koperasi harus mengutamakan kepentingan anggota serta menghadapi persaingan di dalam pasar, maka koperasi harus mampu bekerja efesien mengikuti prinsip-prinsip koperasi dan kaidah-kaidah ekonomi. Karena itu, partisipasi anggota akan sangat menentukan keberhasilan koperasi dalam membantu mencapai tujuan-tujuan ekonomi anggota.
Agar koperasi lebih dipahami sesuai dengan bunyi pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian diatas, dan dapat dibedakan dengan bentuk-bentuk badan usaha lain, misalnya perseroan terbatas, maka perlu diketahui ciri-ciri koperasi sebagai badan usaha, yaitu :
a. Dimiliki oleh anggota yang bergabung atas dasar sedikitnya ada satu kepentingan ekonomi yang sama.
b. Para anggota sepakat untuk membangun usaha bersama atas dasar kekuatannya sendiri dan atas asas kekeluargaan.
c. Didirikan, dimodali, dibiayai, diatur dan diawasi serta dimanfaatkan sendiri oleh anggotanya.
d. Tugas pokok badan usaha koperasi adalah menunjang kepentingan ekonomi anggota dalam rangka memajukan kesejahteraan anggota.

2. Unsur-unsur Organisasi Koperasi
Unsur-unsur yang ada dalam organisasi koperasi pada umumnya adalah menyangkut keanggotaan, rapat anggota, pengawas dan pengelola.
a. Keanggotaan Koperasi
Keanggotaan koperasi termasuk salah satu unsur yang menentukan dalam organisasi koperasi. Tanpa anggota, jelas tidak mungkin koperasi berdiri, apalagi melaksanakan usahanya. Karena itu, kedudukan anggota dalam koperasi secara hukum adalah suatu keharusan dan sebagai konsekuensinya anggota tersebut memiliki hak serta kewajiban umum.
Berkaitan dengan anggota koperasi ditegaskan dalam pasal 17 Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian yang menyebutkan 1) Anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi; 2) Keanggotaan koperasi dicatat dalam buku daftar anggota. Dalam kedudukannya sebagai pemilik, anggota koperasi 1) adalah pemodal koperasi dan karena itu harus memberikan kontribusi modalnya kepada koperasi, sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga dan atau keputusan rapat anggota; 2) turut serta mengambil keputusan-keputusan agar segala tindakan koperasi sesuai dengan keinginan dan kepentingan ekonomi anggota; 3) mengawasi segala sesuatu yang dilakukan oleh koperasi agar tidak menyimpang dari keputusan-keputusan yang ditetapkan oleh anggota dan demi pengamanan terhadap modal yang ditanam oleh anggota kedalam koperasi.
Dalam kedudukannya sebagai pengguna jasa atau pelanggan dari koperasinya, anggota harus berpartisipasi aktif dalam kegiatan usaha koperasi. Kegiatan usaha koperasi pada dasarnya adalah kegiatan yang diputuskan oleh anggota dan diselenggarakan untuk kepentingan anggota sendiri.
Selanjutnya dalam koperasi bukti kepemilikan anggota diwujudkan dengan pelaksanaan kewajiban membayar simpanan pokok yang dibuktikan dalam bentuk sertifikat. Ketentuan tersebut memperjelas pengertian keanggotaan koperasi, jika dibandingkan dengan misalnya pengertian keanggotaan pada perkumpulan/organisasi masyarakat, yayasan, perseroan terbatas yang tidak mengenal istilah anggota, tetapi menggunakan pengertian pemegang saham. Atas dasar itu anggota koperasi adalah baku atau normatif. Dengan istilah dan pengertian tersebut, maka pada dasarnya anggota koperasi adalah aktif dalam melaksanakan hak dan kewajiban, baik sebagai pemilik maupun pengguna jasa koperasi. Hal ini berbeda dengan, misalnya pemegang saham pada perseroan terbatas atau anggota pada perkumpulan masyarakat, yang umumnya pasif.
Kedudukan hukum anggota koperasi sebagaimana dimaksud di atas, memberi kekuatan, kemantapan, perlindungan dan rasa aman bagi mereka yang akan atau sudah menjadi anggota koperasi. Mereka menjadi anggota koperasi dengan kesadaran penuh dan bukan karena ikut-ikutan atau karena terpaksa atau seolah-olah diwajibkan oleh pihak lain. Kesadaran tersebut diwujudkan dengan memenuhi persyaratan keanggotaan tersebut sebagaimana diatur dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga koperasi yang bersangkutan. Hal ini dapat diartikan pula bahwa anggota mengikat diri dalam koperasi yang menurut hukum perdata tersebut sebagai perjanjian. Dengan berlakunya perjanjian ini, maka kedua belah pihak (anggota dan koperasi) mempunyai hak dan kewajiban yang jika dilanggar dikenakan sanksi. Masalah keanggotaan ini juga tercermin dalam hak suara, yaitu setiap anggota mempunyai hak dan suara yang sama, satu anggota satu suara. Demikian pula penegasan bahwa keanggotaan koperasi tidak dapat dipindahtangankan, karena titik tolak keanggotaan koperasi adalah orang, bukan modal. Dari apa yang telah dijelaskan di muka, maka mengenai keanggotaan ini merupakan identitas khusus yang menjadi dasar atau pondasi yang kokoh bagi suatu organisasi koperasi.



b. Rapat Anggota Koperasi
Rapat anggota dalam koperasi merupakan suatu lembaga atau institusi, bukan sekedar forum rapat. Rapat anggota adalah salah satu perangkat organisasi koperasi, dan karenanya merupakan suatu lembaga structural lembaga koperasi. Kedudukan rapat anggota secara hukum ditegaskan dalam pasal 22 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian, yang menyebutkan 1) Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi; 2) Rapat anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya diatur dalam anggaran dasar. Dengan ketentuan tersebut jelas bahwa istilah pengertian rapat anggota adalah baku atau normatif. Sebagai salah satu lembaga, rapat anggota memiliki fungsi, wewenang, aturan main dan tata tertib, yang ketentuannya bersifat mengikat, namun justru menjadi kekuatan dirinya. Rapat anggota sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi mempunyai kedudukan yang sangat menentukan, berwibawa dan sumber dari segala keputusan atau tindakan yang dilaksanakan oleh perangkat organisasi koperasi lainnya dan para pengelola usaha koperasi. Hal itu berarti bahwa kedudukan dan kekuatan hukum rapat anggota menentukan segala perbuatan dan akibat hukum yang dilakukan koperasi, dalam hubungannya dengan anggota dan pihak lain/badan usaha lain. Fungsi dan wewenang yang sangat menentukan tersebut membawa lembaga rapat anggota pada kedudukannya semacam lembaga legislatif. Hal ini ditegaskan dalam pasal 23 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang menyebutkan bahwa Rapat Anggota menetapkan 1) Anggaran Dasar; 2) Kebijaksanaan umum di bidang organisasi, manajemen dan usaha koperasi; 3) Pemilihan, pengangkatan, pemberhentian pengurus dan pengawas; 4) Rencana kerja, rencana anggaran dan pendapatan belanja koperasi serta pengesahan laporan keuangan; 5) Pengesahan pertanggung jawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya; 6) Pembagian sisa hasil usaha; 7) Penggabungan, peleburan, pembagian dan pembubaran koperasi.
Dengan demikian jati diri rapat anggota secara hukum memiliki identitas tersendiri dibandingkan dengan misalnya pengertian rapat pemegang saham pada perseroan terbatas. Identitas rapat anggota juga menunjukan wujud dan bentuk organisasi koperasi, yang membedakan dengan organisasi perkumpulan lain. Istilah dan pengertian rapat anggota dalam koperasi merupakan penyebutan yang mengandung makna khusus dan hanya berlaku pada koperasi. Karena itu, penggunaannya tidak boleh sembarangan, apalagi disalahgunakan.
Dalam keputusan rapat anggota yang isinya harus dilaksanakan oleh pengurus, perlu adanya pembatasan wewenang, yaitu keputusan mana yang dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh pengurus dan keputusan mana yang pelaksanaannya masih harus dengan persetujuan rapat anggota. Dengan kata pemberian mandat oleh rapat anggota kepada pengurus harus tegas dijelaskan, apakah bersifat penuh atau terbatas. Hal ini dimaksudkan agar dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin organisasi dan usaha, kedudukan pengurus menjadi jelas.
Dalam setiap laporan pertanggungjawaban pengurus yang disampaikan kepada rapat anggota, khususnya mengenai laporan keuangan perlu disertai dengan pernyataan pendapat sebagai hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh lembaga yang legal, representatif dan kompeten, baik lembaga intern (pengawas) maupun lembaga ekstern (kantor akuntan public, koperasi jasa audit). Dengan adanya pernyataan dalam laporan keuangan ini, maka kedudukan laporan pengurus yang disahkan oleh rapat anggota secara hukum lebih valid.
Dalam rapat anggota koperasi, yang sejumlah anggotanya cukup besar agar dapat berlangsung secara efektif dan efisien, dapat digunakan secara kelompok. Sehubung dengan hal ini, harus ditetapkan prosedur penyelenggaraan rapat-rapat anggota kelompok serta proses pengambilan keputusan antara lain mengeni pembentukan kelompok, pemilihan pimpinan kelompok, penetapan forum rapat kelompok, keputusan rapat kelompok, penetapan utusan kelompok dalam rapat anggota dan sebagainya. Dengan demikian, rapat anggota merupakan forum kekuasaan tertinggi dalam koperasi, yang tugasnya antara lain untuk meminta pertanggungjawaban pengurus dan pengawas. Agar keputusan rapat dapat diambil secara objektif, maka pimpinan rapat seyogianya dipilih dari dan oleh rakyat.

c. Pengurus Koperasi
Pengurus koperasi adalah satu perangkat koperasi yang merupakan suatu lembaga/badan structural organisasi koperasi kedudukan pengurus pengurus sebagai pemegang kuasa rapat anggota memiliki tugas dan wewenang yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta peraturan lainnya yang berlaku dan diputuskan oleh rapat anggota. Dalam pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian disebutkan bahwa pengurus merupakan pemegang kuasa rapat anggota, sedangkan dalam pasal 30 diantaranya juga disebutkan bahwa 1) pengurus bertugas mengelola koperasi dan usahanya; 2) pengurus berwenang mewakili koperasi di dalam dan luar pengadilan.
Dengan ketentuan tersebut pengurus mengemban amanat dan keputusan rapat anggota untuk mengelola organisasi dan usaha koperasi. Tugas dan wewenang yang dilakukan pengurus merupakan pelaksanaan kegiatan sebagai lembaga eksekutif dan memiliki identitas tersendiri. Hal ini dapat disejajarkan dengan direksi pada perseroan terbatas. Atas dasar itu, maka istilah dan pengertian pengurus koperasi adalah baku dan normatif.
Dalam praktik memang dapat menjadi rancu dengan istilah dan pengertian pengurus pada perkumpulan/organisasi masyarakat/social, yang tentunya berbeda dengan pengurus koperasi. Karena itu, sebaiknya susunan pengurus koperasi dibuat sedemikian rupa untuk menghidarkan kesalahpahaman dengan pengertian pengurus pada organisasi/perkumpulan masyarakat/social yang ada. Dalam hubungan itu ada dua alternatif, yaitu 1) Dalam hal pengurus sebagai pengelola, maka susunannya adalah ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara dan kepala bidang; 2) Dalam hal pengurus mengangkat pengelola usaha, maka susunannya adalah ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara. Dengan demikian, kesan pengurus koperasi sebagai lembaga eksekutif memiliki bobot dan kekuatan hokum tersendiri. Disamping mempunyai tugas, wewenang dan tanggung jawab, pengurus juga mempunyai kewajiban hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Sebagai mandataris rapat anggota, apabila pengurus mendelegasikan wewenangnya dalam melaksanakan usaha kepada pengelola, perlu disertai dengan dasar hukum, yaitu berupa perjanjian kontraktual yang ditandatangani oleh pengurus atas nama koperasi.
Dalam hubungan pengurus dan pengawas, terdapat kesan kedudukan pengurus lebih tinggi, sehingga mengakibatkan fungsi pengawas tidak sepenuhnya dapat terlaksana. Padahal untuk hal-hal tersebut pengurus harus tunduk dan meminta persetujuan kepada pengawas dan jika tidak dilaksanakan dapat dikenakan sanksi. Apabila dibandingkan dengan perseroan terbatas, maka kedudukan komisaris (yang berfungsi sebagai pengawas) lebih tinggi dari direksi.

d. Pengawas Koperasi
Pengawas pada organisasi koperasi adalah salah satu perangkat organisasi koperasi, dan karenanya merupakan suatu lembaga/badan structural koperasi. Pengawas mengemban amanat anggota untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi, sebagaimana telah ditetapkan dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga koperasi, keputusan pengurus dan peraturan lain yang ditetapkan dan berlaku dalam koperasi.
Fungsi utama pengawas adalah mengamankan keputusan rapat anggota, ketentuan anggaran dasar/anggaran rumah tangga koperasi, keputusan pengurus dan peraturan lainnya yang berlaku dalam koperasi yang bersangkutan. Disamping itu, juga melindungi kepentingan anggota dan koperasi dari kesewenangan dan penyimpangan yang dilakukan oleh pengurus dan atau pengelola.
Kedudukan pengawas sebagai lembaga control dengan tugas, wewenang dan tanggungjawab khusus menunjukkan identitas tersendiri. Karena itu, istilah dan pengertian pengawas dalam organisasi koperasi adalah baku dan normatif, yang dapat disejajarkan dengan dewan komisaris pada perseroan terbatas. Disamping mempunyai tugas, wewenang dan tanggungjawab, pengawas juga mempunyai kewajiban hukum dan karenanya dapat terkena sanksi hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.


3. Hakikat Manajemen Koperasi
Dilihat dari perangkat dan mekanisme kerja, manajemen koperasi tampaknya memiliki kekhususan dan aturan tersendiri, dibandingkan dengan badan/lembaga/organisasi lainnya, misalnya manajemen pada perseroan terbatas. Kekhususan tersebut mempunyai dampak dalam mewujudkan efesiensi dan efektivitas pencapaian tujuan koperasi. Adanya peran serta dari anggota sebagai pemilik dan penguna jasa koperasi member kesan campur tangan anggota dalam manajemen, sehingga majemen koperasi kelihatan rumit.
Pada dasarnya manajemen meliputi kegiatan penngeloaan usaha koperasi. Dalam praktik koperasi, pengelola organisasi dilakukan oleh pengurus, sedangkan pengelolaan usaha dilakukan oleh pengelola usaha yang diangkat oleh pengurus. Pasal 32 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyebutkan bahwa 1) Pengurus koperasi dapat mengangkat pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha; 2) Dalam hal pengurus koperasi bermaksud untuk mengangkat pengelola, maka rencana pengangkatan tersebut diajukan kepada rapat anggota untuk mendapat persetujuan; 3) Penngelola bertanggung jawab kepada pengurus; 4) Pengelolaan usaha oleh pengelola tidak mengurangi tanggung jawab pengurus sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan pasal 32 tersebut mengandung arti bahwa pengurus dapat mengangkat atau tidak mengangkat pengelola, bergantung pada kemampuan pengurus dan usaha yang dijalankan. Dengan demikian, unsur yang ada dalam manajemen koperasi adalah rapat anggota, pengurus, pengelola usaha dan pengawas. Hal itu berlainan dengan, misalnya pada perseroan terbatas, dimana manajemen dilakukan oleh direksi dan dewan komisaris. Pengurus dan pengelola seolah-olah berdiri sendiri, padahal tidak demikian, karena pengelola diangkat oleh pengurus, sehingga kedudukannya hanya sebagai pegawai yang diberi kuasa dan wewenang oleh pengurus untuk mengelola usaha koperasi.

Fungsi Unsur-unsur Koperasi
Jika dilihat dari segi fungsi, maka pada dasarnya terdapat pembagian tugas antara rapat anggota, pengurus, pengawas dan pengelola yang intinya sebagai berikut :
a. Rapat Anggota
Pemegang kekuasaan tertinggi dan menetapkan kebijakan umum di bidang organisasi, manajemen dan usaha koperasi.
b. Pengurus
Pemegang kuasa rapat anggota dan melaksanakan kebijaksanaan umum serta mengelola organisasi dan usaha koperasi, sebagaimana telah ditetapkan oleh rapat anggota.

c. Pengawas
Mewakili anggota melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi yang dilaksanakan oleh penngurus dan pengelola.
d. Pengelola
Melaksanakan pengelolaan usaha sesuai dengan kuasa dan wewenang yang diberikan oleh pengurus.
Dengan demikian tugas pokok, fungsi, beban kerja dan tanggung jawab masing-masing unsur menjadi jelas sehingga tinggal mengatur mekanisme dan hubungan kerja masing- masing unsur dan antarunsur tersebut. Mekanisme dan hubungan kerja tersebut harus dibuat sedemikian rupa, sehingga secara hokum dapat menjamin kepastian dan kepercayaan semua pihak, yang penting artinya bagi kelangsungan hidup koperasi, terutama manajemennya. Kepastian hukum atas terselenggaranya manajemen yang professional, melalui mekanisme dan hubungan kerja tersebut, memberi kekuatan hukum bagi koperasi dalam hubungan kerja samanya dengan pelaku ekonomi lainnya. Mekanisme dan hubungan kerja yang jelas, singkron, konsisten, dan fleksibel akan membawa ke arah manajemen yang efisien dan efektif di samping factor pelaksanaannya yang juga harus professional.

4. Ruang lingkup Usha Koperasi
Koperasi sebagai badan usaha dapat melaksanakan kegiatan di segala bidang kehidupan ekonomi, dengan memperhatikan bahwa usaha tersebut adalah usaha yang berkaitan dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan kepentingannya. Dalam pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa usaha koperasi adalah usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan angota, penjelasannya menyebutkan bahwa Usaha koperasi terutama diarahkan pada bidang usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota, baik untuk menunjang usaha maupun kesejahteraannya. Dalam hubungan ini maka pengelola usaha koperasi harus dilakukan secara produktif, efektif, dan efisien dalam arti koperasi harus mempunyai kemampuan untuk mewujudkan pelayan usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat yang sebesar-besarnya pada anggota denngan tetap mempertimbangkan untuk memperoleh sisa hasil usaha yang wajar. Untuk mencapai kemampuan usaha tersebut di atas, maka koperasi dapat berusaha secara luwes baik ke hulu maupun ke hilir serta berbagai jenis usaha lainnya yang terkait. Adapun mengenai pelaksanaan usaha koperasi dapat dilakukan di mana saja, baik didalam maupun di luar negeri dalam mempertimbangkan kelayakan usahanya. Lapangan usaha koperasi merupakan perwujudan dari peran dan fungsi koperasi akan menunjang usaha maupun kesejahteraan anggota, baik secara langsung maupun tidak langsung. Lapangan usaha yang secara langsung menunjang usaha maupun kesejahteraan anggota adalah lapangan-lapangan usaha koperasi yang melayani langsung kepentingan-kepentingan anggota koperasi, sedangkan lapangan yang secara tidak langsung menunjang usaha maupun keesejahteraan anggota adalah lapangan usaha yang tidak langsung melayani kepentingan ekonomi anggota koperasi, tetapi hasil-hasil usahanya semata-mata demi menunjang usaha maupun kesejahteraan anggota. Karena itu, hasil akhir dari keberhasilan koperasi terletak pada penciptaan nilai tambah dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi anggota.
Dalam pasal 43 ayat 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa kelebihan kemampuan pelayanan koperasi dapat berguna untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota koperasi dan dalam penjelasannya disebutkan yang dimaksud dengan kelebihan kemampuan usaha koperasi adalah kelebihan kapasitas dana dan dana yang dimiliki oleh koperasi untuk melayani anggotanya. Kelebihan kapasitas tersebut oleh koperasi dapat dimanfaatkan untuk berusaha dengan tujuan untuk mengoptimalkan skala ekonomi dalam arti memperbesar volume usaha dan menekan biaya per unit yang member manfaat sebesar-besarnya kepada anggota serta untuk memasyarakatkan koperasi. Karena itu koperasi harus mampu mendayagunakan modal dan pendapatannya secara efisen agar beban anggota menjadi ringan. Minimalisasi biaya antara lain berhubungan dengan penetapan skala usaha yang ekonomis yang dicerminkan dari biaya per unit pelayanan yang rendah. Dapat terjadi bahwa karena penetapan skala usaha ekonomi, maka koperasi harus menetapkan skala usaha yang melebihi besarnya kebutuhan pelayanan yang sebenarnya diperlukan oleh para anggotanya. Apabila kapasitas pelayanan koperasi hanya disesuaikan dengan jumlah kebutuhan anggota saja, maka dapat terjadi biaya per unit pelayanan akan menjadi tinggi. Kelebihan kapasitas itulah yang dapat dimanfaatkan oleh koperasi untuk bertransaksi dengan bukan anggota. Pelayanan koperasi terhadap bukan anggota harus digunakan untuk menunjang, memperkuat dan memperluas pelayanan langsung bagi anggota koperasi. Dengan demikian, pemanfaatan kelebihan kapasitas tidak merugikan kepentingaan anggota, bahkan sebaliknya, justru akan meningkatkan nilai tambah dan manfaat koperasi bagi anggota, bukan saja dalam rangka menarik minat bukan anggota untuk menjadi anggota koperasi, melainkan juga dalam rangka menunjang koperasi agar lebih mampu mencapai tujuan untuk meningkatkan kondisi perekonomian anggota.
Sedangkan dalam43 ayat 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat dan dalam penjelasannya berbunyi agar koperasi dapat mewujudkan fungsi dan perannya, maka koperasi melaksanakan usaha dilaksanakan dalam segala bidang kehidupan ekonomi dan berperan utama dalam kehidupan ekonomi rakyat. Yang dimaksud dengan kehidupan ekonomi rakyat adalah semua kegiatan ekonomi yang dilaksanakan dan menyangkut kepentingan orang banyak.
Sebagai badan usaha yang melaksanakan kegiatan dibidang ekonomi, koperasi harus mengikuti dan menjalankan semua hukum, norma, kaidah dan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang ekonomi, seperti badan usaha lain. Dengan demikian setiap usaha yang dijalankan koperasi tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Permodalan Koperasi
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman. Sebagai badan usaha, koperasi harus memiliki modal ekuitas sebagai modal perusahaan. Atas dasar itu kedudukan dan status modal secara hukum dipertegas dengan menetapkan modal sendiri yang merupakan modal ekuitas, sedangkan modal pinjaman merupakan modal penunjang. Dalam pasal 41 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyebutkan bahwa 1) Modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman; 2) Modal sendiri dapat berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan dan hibah; 3) Modal pinjaman dapat berasal dari anggota, koperasi lainnya dan/atau anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat utang lainnya dan sumber lainnya yang sah.
Dalam penjelasan pasal 41 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan modal sendiri adalah modal yang mengandung resiko atau disebut modal ekuitas. Simpanan pokok adalah simpanan uang yang sama banyaknya, yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada masuk menjadi anggota, dan simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. Simpanan wajib adalah sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, dan simpanan wajib dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota. Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksud untuk memupuk modal sendiri dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan. Hibah merupakan sumbangan pihak tertentu yang diserahkan pada koperasi dalam upayanya turut serta mengembangkan koperasi, dan hibah tidak dapat dibagikan kepada anggota selama koperasi belum dibubarkan. Dengan ditetapkannya modal sendiri sebagai modal ekuiti koperasi, maka kedudukan simpanan pokok dan simpanan wajib menjadi kuat, seperti halnya saham pada perseroan terbatas. Karena itu, istilah dan pengertian simpanan pokok dan simpanan wajib secara hukum adalah baku dan normatif.
Sebagai istilah dan pengertian yang baku, maka bentuk dan nilai simpanan pokok dan simpanan wajib harus dibuat dengan standar tertentu sebagai suatu surat berharga. Dengan demikian, bentuk dan nilai simpanan pokok dan simpanan wajib memiliki kekuatan hukum dan kepastian hukum, surat berharga tersebut dapat berbentuk sertifikat dengan nilai nominal tertentu dan dipegang serta dimiliki oleh para anggota koperasi.
Selain itu ada simpanan anggota lainnya, yang dapat berupa simpanan sukarela, simpanan khusus, simpanan terjangka, tabungan dan bentuk simpanan lainnya, yang tentunya merupakan utang/pinjaman koperasi terhadap anggotanya. Kedudukan simpanan anggota tersebut harus jelas dan terjamin keamanannya. Karena itu, bentuk dan nilainya harus dibakukan, misalnya dengan mengevaluasi nilai simpanan, sehingga mempunyai kekuatan hukum dan perlindungan hukum. Untuk mengamankan simpanan tersebut perlu jaminan simpanan anggota, apakah dananya bersumber dari koperasi sendiri, atau semacam jaminan asuransi atau lembaga penjamin lainnya.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian memberi peluang kepada koperasi dalam memupuk modal, yaitu dengan menerbitkan obligasi dan modal penyertaan. Penerbitan obligasi dan surat berharga lainnya dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Modal penyertaan ikut menanggung resiko, sehingga koperasi tidak sembarangan menerbitkannya, karena akibat hukum yang timbul akan mempengaruhi kelayakan koperasi sebagai badan usaha.
Kedudukan hukum modal koperasi, baik modal sendiri atau ekuitas maupun modal pinjaman, membawa kewajiban dan tanggung jawab koperasi terhadap anggotanya dan terhadap pihak lain yang bersangkutan.

6. Bentuk dan Jenis-Jenis Koperasi
a. Bentuk Koperasi
Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian berbunyi bahwa koperasi dapat berbentuk koperasi primer dan koperasi sekunder dan dalam penjelasannya disebutkan bahwa pengertian koperasi sekunder meliputi semua koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi primer dan atau koperasi sekunder. Berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi, baik koperasi sejenis maupun berbagai jenis atau tingkatan. Dalam hal koperasi mendirikan koperasi sekunder dalam berbagai tingkatan, seperti sekarang ini dikenal sebagai Pusat, Gabungan dan Induk, maka jumlah tingkatan maupun penamaannya diatur sendiri oleh koperasi yang bersangkutan.
Koperasi primer adalah koperasi yang beranggotakan orang seorang dengan jumlah anggota minimalnya 20 orang, yang mempunyai kesamaan aktivitas, kepentingan, tujuan, dan kebutuhan ekonomi. Sedangkan koperasi sekunder adalah koperasi yang dibentuk oleh sekurang-kurangnya tiga koperasi yang berbadan hukum baik primer maupun sekunder. Dengan mengambil contoh bentuk koperasi yang dikenal sekarang, berarti pusat koperasi didirikan oleh sekurang-kurangnya tiga koperasi primer. Koperasi gabungan didirikan oleh sekurang-kurangnya tiga pusat koperasi, dan induk koperasi didirikan oleh sekurang-kurangnya tiga gabungan koperasi. Menurut Undang-Undang ini, pusat, gabungan, dan induk tersebut dikategorikan sebagai koperasi sekunder, yang menunjukan jenjang tingkatan jenjang tingkatan secara vertical. Dengan demikian, maka koperasi primer akan selalu mengawali kelahiran koperasi sekunder apabila dikehendaki. Secara vertical berjenjang, koperasi sekunder akan dibentuk menurut keperluannya, atas dasar kesamaan kepentingan dan demi peningkatan efisiensi, yang akhirnya bermuara pada peningkatan kesejahteraan anggota koperasi primer. Pendirian koperasi sekunder bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta mengembangkan kemampuan koperasi primer dalam menjalankan peran dan fungsinya. Karena itu, pendirian koperasi sekunder harus didasarkan pada kelayakan untuk mencapai tujuan tersebut. Pada dasarnya keberadaan koperasi sekunder bersifat subsidiary terhadap koperasi primer.
Koperasi sekunder dapat didirikan tidak hanya oleh koperasi yang sejenis-sejenis saja, melainkan juga oleh koperasi yang berlainan jenis, karena terdapat kepentingan aktivitas atau kebutuhan ekonomi yang sama tersebut akan dapat dicapai lebih efisien, apabila diselenggarakan oleh koperasi sekunder dalam skala yang berkekuatan lebih besar. Koperasi primer memiliki otonomi untuk mengatur sendiri tentang jenjang tingkatan, nama, serta norma-norma yang mengatur kehidupan koperasi sekundernya.
Dalam pasal 24 ayat 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa hak suara dalam koperasi sekunder dapat diatur dalam anggaran dasar dengan mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa usaha koperasi anggota secara berimbang. Dengan demikian, didalam koperasi sekunder tidak berlaku prinsip satu anggota satu suara, melainkan berlaku prinsip hak suara berimbang menurut jumlah anggota dan jasa usaha koperasi anggotanya. Prinsip ini dianut karena kelahiran koperasi sekunder merupakan konsekuensi dari atas subsidiary, yaitu adanya pertimbangan bahwa ada hal-hal yang tidak mampu dan atau tidak efisien, apabila diselenggarakan sendiri oleh koperasi primer. Karena itu, semakin banyak jumlah anggota koperasi primer, akan semakin besar pula keterlibatan dan partisipasi koperasi primer dalam kegiatan usaha koperasi sekundernya. Kedua hal tersebut dapat dipertimbangkan untuk mengatur perimbangan hak suara.

b. Jenis-jenis Koperasi
Dalam pasal 16 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya, dan dalam penjelasannya berbunyi Dasar untuk menentukan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggotanya, seperti antara lain Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi pemasaran dan Koperasi jasa. Khusus koperasi yang dibentuk oleh anggota fungsional seperti pegawai negeri, anggota ABRI, karyawan dan sebagainya, bukan merupakan jenis koperasi sendiri.
Berdasarkan kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan akan dapat ditetapkan fungsi-fungsi koperasi secara tepat sesuai dengan keinginan anggota. Karena itu, penjenisan koperasi dapat ditetapkan menurut dua kategori yaitu :
1. Penjenisan Menurut Fungsi Koperasi
a. Koperasi pembelian atau koperasi pengadaan atau koperasi konsumsi adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi peembelian atau pengadaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan anggota, sebagai konsumen akhir. Identitas anggota disini adalah anggota sebagai pemilik dan pembeli atau konsumen terhadap koperasinya.
b. Koperasi pemasaran atau koperasi penjualan adalah koperasi yang menyelenggarakan fungsi distribusi barang atau jasa yang dihasilkan oleh anggotanya agar sampai ketangan konsumen di pasar. Pengertian konsumen di pasar ( di luar organisasi koperasi ) adalah konsumen industry atau konsumen akhir bergantung pada produk yang dihasilkan oleh anggota. Identitas anggota disini adalah anggota sebagai pemilik dan pemasok terhadap koperasinya.
c. Koperasi produksi adalah koperasi yang menyelenggarakan perusahaan yang menghasilkan barang dan jasa, dimana anggotanya bekerja di dalam koperasi sebagai pegawai/karyawan. Identitas anggota adalah anggota sebagai pemilik dan pekerja terhadap koperasinya.
d. Koperasi jasa adalah koperasi yang menyelenggarakan pelayanan jasa-jasa yang dibutuhkan oleh anggotanya, misalnya jasa simpan pinjam, auditing, asuransi, angkutan, dan sebagainya. Identitas anggota adalah anggota sebagai pemilik dan pengguna jasa/nasabah terhadap koperasinya.
Apabila salah satu koperasi menyelenggarakan salah satu fungsi saja disebut koperasi tunggal usaha ( Single-Purpose cooperative ) dan apabila koperasi menyelenggarakan lebih dari satu fungsi disebut koperasi serba usaha ( Multi-Purpose cooperative ).
2. Penjenisan Koperasi Menurut Status Keanggotaannya
a. Koperasi produsen adalah koperasi yang para anggotanya para produsen barang/jasa dan memiliki rumah tangga usaha.
b. Koperasi konsumen adalah koperasi yang anggotanya para konsumen akhir atau pemakai barang/jasa yang ditawarkan oleh para pemasok dipasar.
Kedudukan anggota di dalam koperasi dapat berada dalam salah satu status ataupun kedua-duanya. Dengan demikian penjenisan koperasi menurut status anggotanya berkaitan erat dengan penjenisan koperasi menurut fungsi koperasinya.

Tidak ada komentar: